Wanita hebat akankah selamanya?

 


Apakah hidup lebih mudah sebagai wanita dewasa kini?

Apakah wanita mampu menampung beban di pundaknya seorang diri?


Apakah wanita telah menjadi sosok superior di masa kini?


Apakah wanita menjadi kaum yang paking bahagia di dunia saat ini?


Semua pertanyaan itu muncul di kepala saya setiap kali saya berinteraksi dengan teman, keluarga, dan juga orang–orang di sekitar saya.


Saya kagum dengan mereka para wanita yang menganggap mereka mampu melewati segala hal sendirian, dan memang terlihat mampu untuk mengatasi banyak hal yang mereka lalui.


Saya rasa semua terjadi saat mereka berada dimasa “prime” dirinya, banyak orang yang menginginkan dirinya, mulai dari menjadi teman, menjadi sahabat, menjadi rekan bisnis, atau mungkin menjadi pasangan.


Seperti semua menjadi lebih mudah karena banyak jalan untuk mencapai suatu titik karena masih diinginkan.


Tapi dilain sisi semua menjadi tidak terlalu berarti ketika masanya sudah selesai, bisa saja karena suatu situasi dan kondisi tidak terduga, bisa saja karena sudah menjadi tua, dan mungkin saja karena langkahnya sudah tidak lagi terarah.


Ada dua orang yang saya rasa cukup bangga terhadap mereka, pertama ibu saya, lalu kedua nenek saya.


Saat masa jayanya, saya sangat sulit untuk bertemu dengan ibu saya, berhari–hari, berbulan–bulan, atau mungkin bisa hampir setahun saya tidak bertemu dengan ibu saya karena dia terlalu sibuk untuk mencari uang yang selalu ia tanamkan untuk membesarkan saya dan juga kakak saya (Ibu saya menjadi orang tua tunggal untuk kami dan itu dimulai ketika saya masih sangat kecil bahkan belum waktunya untuk mengerti apa yang terjadi di dalam rumah)


Pada masanya hal itu terlalu sakit karena memang sulit hanya untuk sekedar bertemu, atau bercerita tentang kejadian yang saya lalui di hari–hari saya, baik itu hal menyenangkan, menyedihkan, atau bahkan menakutkan, tidak ada tempat untuk bersandar.


Sampai akhirnya saya terbiasa.


Dan menerima segala kondisi yang ada.


Tapi sekarang Ibu saya bertambah tua, dan tinggal serumah dengan saya, dan berubah menjadi orang yang berbeda, menjadi seorang yang posesif, membatasi setiap gerakan saya atau bahkan terkdang menghakimi, tetapi saya maklumi mungkin karena stress kerja dia jadi menjadi seseorang yang overthinking.


Lebih butuh ditemani di malam hari, bahkan ketika saya tidak pulang dia bisa memarahi saya karena tidak ada di rumah, padahal saat saya sekolah atau kuliah bahkan butuh waktu 5-7 hari untuk dia menyadari kalo saya tidak berada di rumah.


Dan saya rasa menjadi tua adalah saat paling kesepian, saat banyak rekan bisnisnya sudah tidak ada, sahabat–sahabat yang dulu mengisi harinya juga sudah tidak ada, dan akhirnya sadar keluarga adalah tempat terakhir untuk pulang dan mengisi kekurangan.


Ya akhirnya Ibu saya berada di rumah yang sama, meskipun tetap bekerja tetapi tidak mampu untuk kembali menjadi superior seperti pada masanya.


Lalu kedua adalah nenek saya (lebih tepatnya adik dari kakek saya), waktu saya kecil dulu dia adalah seorang dosen konseling di kampus negeri ternama, satu di Depok dan satunya lagi di Jakarta, nenek saya tidak menikah seumur hidupnya, dan saya tidak tahu alasan pasti dari apa yang dipilihnya, dan saya enggan untuk bertanya.


Pada saat kecil dulu, sebelum tidur nenek saya selalu mendongeng tantang banyak hal dan selalu diselipkan salah satu pertanyaan “Kalo nanti nenek sudah tua dan tidak sanggup melakukan apa–apa, kamu mau gak ngerawat nenek?”, dan saya selalu jawab “Iya nek nanti fariz jagain kalo udah tua”. Dan nenek saya tersenyum lalu menyelimuti saya dan mengecup kening, pipi, juga hidung saya.

Ya nenek saya yang satu ini lebih banyak hadir di hidup saya dibanding kedua orang tua saya, dan saya selalu terbuka ketika berbicara dengan nenek saya, tentang hal apapun dalam hidup saya, terima kasih nek.


Lalu apa yang terjadi ketika saya sudah besar? Sudah bisa melakukan banyak hal sendiri?


Terkadang saya sibuk dengan urusan saya, bersama ibu saya, bersama teman, lalu kerjaan, pasangan, dan juga banyak hal lainnya, seakan saya terlalu penuh untuk membagi waktu dan tenaga saya untuk menyelesaikan segala hal.


Ketika saya datang ke rumah nenek saya, selalu tenaga saya sudah hampir habis dan hanya ingin beristirahat, sering saya menjawab pertanyaan nenek saya dengan singkat, atau mungkin kadang bisa saya tinggal tidur saja.


Dan pernah nenek saya mengajukan pertanyaan yang membuat saya shock “Kamu gak suka ya ngobrol sama nenek? Setiap nenek tanya jawaban kamu cuma singkat atau bahkan cuma ehm aja” sambil matanya berkaca–kaca.


Respon saya hanya diam mendengarkan, meskipun saya sangat ingin menjelaskan kalo sebenernya saya lelah banget dan ingin segera beristirahat.


Dan terkadang saat nenek saya membutuhkan uang saya coba bantu sebisanya agar saya merasa sedikit berguna untuk membalas jasanya yang besar membangun pribadi saya.


Karena uang pensiunnya sering habis sebelum waktunya untuk membiayai beberapa sepupu saya yang dia anggap anak dan kondisinya sedang tidak baik–baik saja, saya sering ingatkan untuk simpan dulu uang nenek untuk keperluan nenek baru sisanya untuk bantu orang lain.


Tetapi nenek saya selalu menjawab “kalo aja kamu tau kondisinya mungkin kamu gak akan bilang begitu Fariz”, lalu menjelaskan dengan detail apa yang terjadi pada hidup mereka, dan saya hanya bisa mendengarkan saja.


Bahkan dibeberapa situasi saya saat datang di malam hari sering melihat nenek saya sendirian setelah solat sambil menangisi sesuatu, yang saya tidak pernah tanya apa alasannya.


Kemungkinan terbesar adalah rasa kesepian yang sangat besar, tidak ada pasangan untuk dia berkeluh kesah, dan tidak ada anak untuk dia menjalin hubungan yang luar biasa dan menjadi support besar dalam hidup.


Lebih beruntung Ibu saya masih memiliki anak dan cucu yang bisa menemani di masa tuanya, tetapi nenek saya? Lebih banyak sendiri, bahkan beberapa orang yang dibantunya lebih sering ada disaat membutuhkan sesuatu dibanding menghabiskan waktu untuk menemaninya.


Lalu kesimpulan yang saya dapat adalah, wanita bisa merasa superior di masa “Primenya”, dan bisa berubah menjadi orang paling kesepian saat masanya telah berlalu, jadi saya rasa bersyukurlah kalian yang memiliki pasangan dan juga anak karena kemungkinan mereka akan lebih lama menemani waktu kalian, bahkan syukurnya bisa sampai akhir waktu kalian.


Mohon maaf saya tidak menulis ini untuk mendiskreditkan para wanita, jika ada kesalahan kata atau ucapan saya mohon maaf sebesar–besarnya, dan tolong koreksi tulisan saya jika ada yang kurang atau salah.


Terima kasih.

Comments

Popular Posts